• Jelajahi

    Copyright © Radarsalem.Com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Terpopuler

    Week

    Months

    Year

    Iklan5

    ATHENA-REVIEW-1

    Iklan4

    ATHENA-REVIEW-1

    Iklan 3

    ATHENA-REVIEW-1

    Iklan2

    ATHENA-REVIEW-1

    Iklan

    ATHENA-REVIEW-1

    Iklan

    Proyek Bukit Algoritma Bakal Bawa Indonesia Jadi Bangsa Berbasis Pengetahuan

    Casro Septiana
    29 Mei 2021, 07:43 WIB Last Updated 2022-01-22T01:27:22Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     

    Silicon Valley
    Ilustrasi (Silicon Valley).


    Jakarta - Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia sekaligus CEO KSO (Kerja Sama Operasi) Bukit Algoritma, Budiman Sujatmiko, menilai Indonesia masih terhambat dalam mengembangkan kemandirian teknologi.

    Ini disebabkan karena kecanggungan bangsa Indonesia dalam memadukan Demand Readiness Level (DRL) dan Technology Readiness Level (TRL).

    Hal tersebut diungkapkan Budiman saat memberikan paparan dalam diskusi melaui webinar HIMPERINDO (Himpunan Perekayasa Indonesia) bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, Kepala BPPT (Badan Pengajian & Penerapan Teknologi), Hammam Riza, dan Kepala BRIN (Badan Riset & Inovasi Nasional), Laksana Tri Handoko, Kamis 27 April 2021, kemarin.

    “Sehingga inovasi hasil riset dan pengembangan produk dari berbagai peneliti banyak yang tidak termanfaatkan sepenuhnya atau hanya berakhir sebagai dokumen yang manfaatnya tidak dapat dirasakan oleh masyarakat atau pengguna,” kata Budiman, dikutip Jumat (28/5/2021).

    Menurut dia, hal tersebut terjadi karena adanya permasalahan dalam proses pengembangan teknologi inovasi hasil riset yang tidak cocok dengan kesiapan pasar menyerap teknologi tersebut.

    Budiman mengungkapkan, tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level) merupakan metode pengukuran kematangan atau kesiapan dari pengembangan produk teknologi tertentu.

    “Permasalahan inovasi teknologi tersebut dapat diselesaikan apabila pada tahap pengembangan teknologi dilakukan penilaian secara objektif menggunakan TRL untuk mengetahui teknologi tersebut telah siap atau belum untuk dikomersialisasikan,” papar Budiman. 

     

    Pasarkan Produk Teknologi

    Ilustrasi Kawasan Industri
    Ilustrasi Kawasan Industri.

    Menurut dia, negara yang dinilai siap dalam merepresentasikan DRL maupun TRL adalah Amerika Serikat dan China yang masing-masing memakai pendekatan pasar dan negara.

    Sementara Indonesia, lanjut Budiman, hanya sebatas 'tanam, gali, tebang dan jual'. Padahal di lain pihak sekarang permintaan pasar teknologi sangat tinggi, akibatnya pasar mencari jalan yang instan dan mengandalkan impor.

    "Ketika menyangkut teknologi akhirnya mencari merek yang lebih branded, karena perilaku konsumen teknologi Indonesia tidak mendukung kemandirian teknologi. Karena masyarakat Indonesia, terutama yang di perkotaan, banyak mengejar merek dalam.berbelanja teknologi. Padahal produk teknologi dalam negeri banyak berkualitas,” ungkap Budiman.

    Di lain pihak, Budiman pun mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia masih minder memasarkan produk teknologinya meskipun negara-negara asing berpandangan bahwa potensi pasar teknologi bangsa ini sangat besar.

    Oleh karenanya, Budiman menjelaskan bahwa Bukit Algoritma menawarkan pengembangan teknologi rekayasa teknologi yang memadukan DRL dan TRL berbasis komunitas sebagai alternatif pendekatan pasar dan negara yang banyak dilakukan AS (Amerika Serikat), China & negara-negara maju lain.

    Diharapkan dengan pendekatan DRL dan TRL berbasis komunitas ini maka dampak sosial, budaya dan ekonomi akan lebih besar bagi kebangkitan teknologi bangsa Indonesia menuju bangsa berbasis pengetahuan (knowledge-based nation)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Bisnis

    +